Halo, kenalin gue Asael dan gue mahasiswa Semester 2 di UNJ.
Banyak dari temen-temen gue sejurusan maupun se universitas yang mengikuti lagi Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau dikenal sebagai SBMPTN.
Alasan mereka beragam, ada yang tidak cocok dengan jurusan yang telah dijalaninya sekarang dan ada juga yang ingin merasakan euforia masuk PTN yang Prestisius, sebut saja salah satunya UI. Bukan bermaksud mendiskreditkan UNJ, maksud dari Prestisius ini yang berada di jajaran 10 besar peringkat PTN terbaik nasional.
Gue awalnya gagal paham dengan pemikiran mereka ini, karena buat gue sendiri, bisa masuk PTN aja adalah sesuatu yang sangat gue syukuri sebagai siswa SMK yang sama sekali nggak pernah diberi bekal pelajaran untuk tes masuk PTN.
Ternyata, gue mulai mengerti saat adek-adek kelas gue diterima masuk SNMPTN.
Ada beberapa dari mereka yang diterima ke PTN Prestisius walaupun jurusannya memang seperti "yang penting masuk". Tapi satu hal yang gue rasain yaitu "iri".
"Kenapa adek kelas gue bisa masuk ke PTN itu tapi gue nggak?"
Namanya masih semester 2, ya masih berasa deh itu rasa-rasa pengen make Jaket Kuning dan berangkat kuliah menggunakan Bis Kuning. Serius, gue bukannya gak bersyukur ya, tapi memang ada perasaan kayak gitu!
Lalu gue mulai merenung di dalem hati. "Ah, gue SBM lagi gak ya?" "Nabung gak ya buat ikut SIMAK lagi?" dan pemikiran liar lainnya yang sejenis.
Tapi akhirnya gue sampai pada suatu kesimpulan, yaitu suatu keputusan yang gue ambil SATU TAHUN YANG LALU.
Gue di depan komputer, dihadapkan dengan pilihan-pilihan PTN yang bisa gue pilih dari sabang sampai merauke. Gue udah berfikir berulang-ulang, melirik balik potensi yang gue miliki, dan yes gue telah memutuskan untuk memilih tiga pilihan jurusan dengan universitasnya masing-masing.
Saat itu gue udah berdoa kepada Tuhan agar gue bisa masuk ke jurusan di PTN pilihan gue dan DOA ITU DIKABULKAN.
Gue mampu menyingkirkan teman-teman yang ingin masuk prodi itu, dari 1500an peminat prodi gue, cuma ada bangku kosong 32 dan gue adalah salah satunya! Malahan si PTN Prestisius yang sempet menggonang iman gue, jumlah peminatnya lebih sedikit!
Kita harus sering-sering berkaca kembali deh kepada perjuangan kita biar bisa bersyukur. Kayak pendaki gunung aja yang cape-capean nanjak sambil bawa tas yang hampir segede badannya, cuma ingin menikmati pemandangan yang telah dia lewati!
Temen-temen emang punya ambisi dan harapan, tapi jangan sampai kita melupakan pencapaian kita. Ibarat kita sedang mendaki gunung Bromo, terus kata orang ada gunung yang lebih bagus buat didaki, masa iya kita turun gunung itu buat naik ke gunung yang lain? Selesaikan pendakianmu baru lakukan pendakian yang lain! (S2)
Semoga tulisan ini bisa sedikit mengingatkan kalian untuk mereleksikan diri sebelum ikut SBMPTN lagi. Jangan merasa tersinggung, karena gue bener-bener tau kok apa yang kalian inginin, karena beberapa waktu sebelum gue menulis ini pun gue masih ingin masuk PTN kuning itu.
Salam sejahtera.
Tuesday, May 2, 2017
Sunday, March 19, 2017
Kumpulan Broadcast - Memangkas Jasa Transportasi Online Mengurangi Kemacetan
*Memangkas Jasa Transportasi Online Mengurangi Kemacetan Jakarta*
Masalah yang kerap terjadi di Jakarta adalah banjir dan kemacetan. Sudah banyak langkah pencegahan oleh pemerintah DKI untuk mengurangi titik banji, namun sedikit yang telah dilakukan untuk menanggulangi kemacetan di Ibu Kota.
Pengadaan transportasi umum seperti Trans Jakarta kabarnya sudah ditambah, dengan fasilitas yang sangat nyaman untuk penggunanya, namun mengapa tidak kunjung berkurang kemacetan di Jakarta?
Kendaraan Pribadi adalah penyebab utamanya, terutama yang digunakan juga sebagai Jasa Transportasi Online. Jika kita telusuri, kehadiran cara baru memesan transportasi ini menyumbang kemacetan yang besar di Jakarta.
Kijang kapsul dan sejenisnya makin banyak dibeli oleh orang-orang mampu, bukan hanya untuk digunakan pribadi, tapi mereka melihat peluang uang.
Kendaraan pribadi yang awalnya hanya digunakan untuk pulang pergi, sekarang ditambah untuk mencari nafkah tambahan.
Akibatnya, makin besar kemacetan yang ada di Jakarta.
Pengendara sepeda motor pun bertambah banyak, jika anda lihat di jalan-jalan, pasti hampir setengah dari mereka menggunakan jaket ojek online.
Dulu angkot ngetem dianggap sebagai penyebab kemacetan, namun sekarang berubah dengan ojek online yang ngetem di depan pusat perbelanjaan, sekolah, dan tempat keramaian lainnya.
Perselisihan diantara supir angkot dan ojek online pun memanas, karena satu pihak merasa pendapatannya mereka berkurang.
Mengapa tidak, satu kali perjalanan angkot mampu menghabiskan 3000 - 5000 rupiah, dan untuk mencapai suatu tempat kadang harus menyambung angkot beberapa kali, waktu tempuhnya pun lama karena angkot tidak bisa nyelip di sela-sela kemacetan. Ojek online yang terbilang ekonomis pun beralih menjadi alternatif transportasi yang harganya sama tapi lebih cepat.
Jika sedikit saja ojek online diusik, maka akibatnya seluruh rakyatnya membela. Tentu dengan ribuan massa ojek online, apalah daya para supir angkot.
Supir angkot sudah pasti orang-orang kecil yang mencari nafkah yang tentunya pas-pasan, beda dengan supir transportasi online yang tentunya mampu, karena sebagian besar mereka menggunakan kendaraan mereka sendiri, yang tentunya tidaklah murah.
Kementrian perhubungan sepatutnya mencari solusi, bukan untuk menghilangkan satu pihak, melainkan mencari siapa yang benar-benar membutuhkan. Solusinya adalah *memangkas supir atau ojek online yang bekerja paruh waktu*
Caranya bukan dengan membuat maksimal pemesanan, melainkan minimal pemesanan, jenis kendaraan, dan penelusuran latar belakang calon pengendara baru.
Minimal pemesanan bukan tentang kuantitas perjalanan dalam sehari, melainkan penjemputan harus dilakukan di jam-jam tertentu disaat para karyawan sedang bekerja.
Jenis kendaraan pun harus diperhatikan, bukan hanya untuk memangkas jumlah pengendara, tapi juga untuk keselamatan penumpang. Untuk mobil, dilarang untuk kendaraan dibawah 1500 cc atau lcgc untuk mendaftar. Untuk motor, maksimal berumur 6 tahun.
Latar belakang calon pengemudi pun harus ditelusuri, apakah mereka merupakan karyawan atau pemilik bisnis lain, dsb.
Dengan ketatnya calon pengemudi, maka pengurangan pun akan drastis. Hasilnya adalah lowongan pengemudi akan tertuju tepat pada orang yang benar-benar membutuhkan dan tidak ada lagi kesenjangan dengan pengemudi angkot. Terpenting, kemacetan pun mampu berkurang di DKI Jakarta.
Masalah yang kerap terjadi di Jakarta adalah banjir dan kemacetan. Sudah banyak langkah pencegahan oleh pemerintah DKI untuk mengurangi titik banji, namun sedikit yang telah dilakukan untuk menanggulangi kemacetan di Ibu Kota.
Pengadaan transportasi umum seperti Trans Jakarta kabarnya sudah ditambah, dengan fasilitas yang sangat nyaman untuk penggunanya, namun mengapa tidak kunjung berkurang kemacetan di Jakarta?
Kendaraan Pribadi adalah penyebab utamanya, terutama yang digunakan juga sebagai Jasa Transportasi Online. Jika kita telusuri, kehadiran cara baru memesan transportasi ini menyumbang kemacetan yang besar di Jakarta.
Kijang kapsul dan sejenisnya makin banyak dibeli oleh orang-orang mampu, bukan hanya untuk digunakan pribadi, tapi mereka melihat peluang uang.
Kendaraan pribadi yang awalnya hanya digunakan untuk pulang pergi, sekarang ditambah untuk mencari nafkah tambahan.
Akibatnya, makin besar kemacetan yang ada di Jakarta.
Pengendara sepeda motor pun bertambah banyak, jika anda lihat di jalan-jalan, pasti hampir setengah dari mereka menggunakan jaket ojek online.
Dulu angkot ngetem dianggap sebagai penyebab kemacetan, namun sekarang berubah dengan ojek online yang ngetem di depan pusat perbelanjaan, sekolah, dan tempat keramaian lainnya.
Perselisihan diantara supir angkot dan ojek online pun memanas, karena satu pihak merasa pendapatannya mereka berkurang.
Mengapa tidak, satu kali perjalanan angkot mampu menghabiskan 3000 - 5000 rupiah, dan untuk mencapai suatu tempat kadang harus menyambung angkot beberapa kali, waktu tempuhnya pun lama karena angkot tidak bisa nyelip di sela-sela kemacetan. Ojek online yang terbilang ekonomis pun beralih menjadi alternatif transportasi yang harganya sama tapi lebih cepat.
Jika sedikit saja ojek online diusik, maka akibatnya seluruh rakyatnya membela. Tentu dengan ribuan massa ojek online, apalah daya para supir angkot.
Supir angkot sudah pasti orang-orang kecil yang mencari nafkah yang tentunya pas-pasan, beda dengan supir transportasi online yang tentunya mampu, karena sebagian besar mereka menggunakan kendaraan mereka sendiri, yang tentunya tidaklah murah.
Kementrian perhubungan sepatutnya mencari solusi, bukan untuk menghilangkan satu pihak, melainkan mencari siapa yang benar-benar membutuhkan. Solusinya adalah *memangkas supir atau ojek online yang bekerja paruh waktu*
Caranya bukan dengan membuat maksimal pemesanan, melainkan minimal pemesanan, jenis kendaraan, dan penelusuran latar belakang calon pengendara baru.
Minimal pemesanan bukan tentang kuantitas perjalanan dalam sehari, melainkan penjemputan harus dilakukan di jam-jam tertentu disaat para karyawan sedang bekerja.
Jenis kendaraan pun harus diperhatikan, bukan hanya untuk memangkas jumlah pengendara, tapi juga untuk keselamatan penumpang. Untuk mobil, dilarang untuk kendaraan dibawah 1500 cc atau lcgc untuk mendaftar. Untuk motor, maksimal berumur 6 tahun.
Latar belakang calon pengemudi pun harus ditelusuri, apakah mereka merupakan karyawan atau pemilik bisnis lain, dsb.
Dengan ketatnya calon pengemudi, maka pengurangan pun akan drastis. Hasilnya adalah lowongan pengemudi akan tertuju tepat pada orang yang benar-benar membutuhkan dan tidak ada lagi kesenjangan dengan pengemudi angkot. Terpenting, kemacetan pun mampu berkurang di DKI Jakarta.
Subscribe to:
Posts (Atom)